A. TEORI MEDIS NIFAS
1.
Pengertian Nifas
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Wiknjosastro, 2002;
237).
2.
Periode Masa Nifas
Menurut Mochtar (1998; 115), masa nifas dibagi dalam 3 periode:
a.
Puerperium dini
yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.
Puerperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8
minggu.
c.
Remote Puerperium
adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
3.
Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Saifuddin (2001; 122), tujuan asuhan masa nifas antara lain:
a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologik.
b.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
c.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d.
Memberikan pelayanan keluarga berencana
4.
Fisiologi Nifas
Fisiologi nifas adalah hal-hal yang terjadi dan bersifat karakteristik
dalam masa nifas artinya memberi ciri khas adanya masa nifas yaitu perubahan
yang dianggap normal dan harus terjadi untuk memenuhi sebagian dari fungsi masa
nifas yaitu untuk mengembalikan keadaan seperti sebelum hamil.
Perubahan-perubahan yang normal dan harus terjadi pada masa nifas, antara lain:
a.
Perubahan fisik
1)
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi)
sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera
setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri ± 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke- 5 postpartum uterus kurang
lebih setinggi 7 cm atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari
uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis (Wiknjosastro, 2005; 237).
2)
Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar
dan menonjol ke kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai
bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm dan pada 6
minggu telah mencapai 2,4 cm (Mansjoer,
et, al. 2001; 316).
3)
Rasa sakit yang disebut after pains (merian atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim,
biasanya berlangsung 2-3 hari postpartum. Perasaan sakit timbul karena masih
terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta, atau gumpalan darah di
dalam kavum uteri. Bila ibu sangat
mengeluh adanya after pains atau mules, dapat diberi analgetika atau sedativa
supaya ia dapat beristirahat atau tidur (Wiknjosastro, 2005; 240).
4)
Ligamen, diafragma pelvis, serta faria yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur kembali seperti semula.
Ligamentum rotundum dapat mengendor sehingga pada hari ke-2 pasca persalinan
harus dilakukan latihan senam. Otot-otot dinding perut akan berinvolusi pada
6-7 minggu pasca persalinan. Dinding vagina yang teregang akan kembali seperti
sebelumnya kira-kira setelah tiga minggu (Mansjoer, et.al, 2001; 316).
5)
Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca
persalinan dan konsistensi lunak. Segera setelah melahirkan, tangan pemeriksa
masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri, setelah 2 jam hanya dapat
dimasukkan 2-3 jari, dan setelah satu minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari
(Wiknjosastro, 2005; 238)
6)
Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi
akan sembuh dalam 6-7 hari (Mochtar, 1998; 116).
b.
Perubahan Tanda Vital
1)
Suhu setelah melahirkan dapat naik 0,50 Celcius dari keadaan normal,
tetapi tidak melebihi 380 Celcius. Sesudah 12 jam pertama
melahirkan, umumnya suhu nbadan akan kembali normal.
2) Nadi umumnya antara 60-80 denyutan per menit.
Segera setelah melahirkan dapat terjadi bradikardia (Wiknjosastro, 2005; 240).
3)
Pernafasan pada wanita melahirkan akan kembali setelah
jam pertama pascapartum (Varney, 2007; 961).
c.
.Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas (Pusdiknakes,
2003; 8). Lochea dibagi menjadi beberapa macam menurut (Huliana, 2003; 5) yaitu sebagai berikut:
1)
Lochea rubra
a)
1 sampai 4 hari, berwarna kemerah-merahan.
b)
Terdiri dari darah, sisa penebalan dinding rahim (desidua),
dan sisa penanaman plasenta.
2)
Lochea serosa
a)
Hari ke-5 sampai ke-9, berwarna kekuningan.
b)
Terdiri dari cairan darah, berupa serum dan leukosit.
3)
Lochea alba
a)
Setelah 2-3 minggu, berwarna putih.
b)
Terdiri dari lekosit, lendir leher rahim (serviks), dan
jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan.
d.
Laktasi
Laktasi adalah proses pembentukan air susu ibu. Sejak
kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar
mammae untuk menghadapi masa laktasi. Menurut Wiknjosastro (2002; 239),
perubahan-perubahan tersebut antara lain sebagai berikut:
1)
Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dari
alveolus mammae dan lemak.
2)
Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang
kadang-kadang dapat dikeluarkan, berwarna kuning (kolostrum).
3)
Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun
bagian dalam mammae. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan
jelas.
4)
Setelah partus, pengaruh mekanisme estrogen dan
progesteron terhadap hipofisis hilang, maka timbul pengaruh hormon laktogen
(LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh
oksitosin menyebabkan mioepitelium kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu
keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
5.
Fase-fase dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan:
a.
Fase taking in
Fase
ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai
hari kedua setelah melahirkan. Dalam fase ini fokus perhatian ibu terutama pada
dirinya sendiri.
b.
Fase taking hold
Fase
ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat diri.
c.
Fase letting go
Fase
ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya yang berlangsung
sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat dirinya dan bayinya meningkat
pada fase ini (Huliana, 2003; 18 ).
6.
Perawatan Masa Nifas
a.
Mobilisasi
Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas
atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan, mubilisasi
dilakukan sedini mungkin yaitu dua jam setelah persalinan normal. Ini berguna
untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (Huliana,
2003; 3).
b.
Diet
Mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang, bergizi, dan mengandung cukup
kalori (Huliana, 2003; 4).
c.
Defekasi
BAK harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Tidak
jarang wanita tidak dapat kencing sendiri akibat pada partus, muskulus sfingter vesika et uretra mengalami
tekanan oleh kepala janin, sehingga fungsinya terganggu. Bila kandung kemih
penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
BAB harus dilakukan 3 hari pasca persalinan. Bila
masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat
diberikan obat laksans peroral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan
klisma (Wiknjosastro, 2005; 243).
d.
Perawatan payudara
Perawatan
payudara tidak hanya dilakukan sebelum meahirkan, tetapi juga dilakukan setelah
melahirkan. Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk
melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga
memperlancar saluran ASI.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1)
Perawatan payudara secara teratur.
2)
Pemeliharaan kebersihan sehari-hari.
3)
Konsumsi gizi ibu harus lebih baik dan lebih banyak
untuk mencukupi produksi ASI.
4)
Ibu harus percaya diri akan kemampuan menyusui bayinya.
5)
Ibu harus merasa nyaman dan santai.
6)
Hindari rasa cemas dan stres karena akan menghambat
refleks oksitosin.
Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai
sedini mungkin, yaitu 1-2 hari setelah melahirkan dan dilakukan dua kali sehari
(Huliana, 2003; 15 ).
e.
Perawatan alat genetalia
Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan
ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air setiap kali BAB
atau BAK, menyarankan ibu untuk mengganti pembalut dua kali sehari, mencuci
tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya, serta
menyarankan ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka (Saifuddin, 2001; 127).
7.
Pengawasan Masa Nifas
Menurut Saifuddin (2001; 124-125), pengawasan masa nifas, antara lain:
a.
Anamnesis
1)
Riwayat ibu meliputi nama, umur, tanggal dan tempat
lahir, penolong persalinan, jenis persalinan, masalah-masalah selama
persalinan, nyeri menyusui atau keluhan-keluhan saat ini (kesedihan, PPV,
payudara) rencana masa datang (kontrasepsi yang akan digunakan).
2)
Riwayat sosio ekonomi meliputi respon ibu dan keluarga
terhadap bayi, kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah, para
pembuat keputusan dirumah, kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat,
kepercayaan dan adat istiadat.
3)
Riwayat bayi menyusui, keadaan tali pusat, vaksinasi,
BAB dan BAK.
b.
Pemeriksaan kondisi ibu
1)
Pemeriksaan umum meliputi vital sign, tanda-tanda
anemia, tanda-tanda oedem atau tromboflebitis,
reflek, varises.
2)
Pemeriksaan payudara meliputi susu, nyeri tekan, abses,
pembengkakan atau ASI terhenti, pengeluaran ASI.
3)
Pemeriksaan perut
meliputi TFU, kontraksi uterus, ukuran kandung kemih.
4)
Pemeriksaan vulva atau perineum meliputi pengeluaran
lochea, luka episiotomi, pembengkakan, luka dan haemoroid.
c.
Pemeriksaan pada bayi baru lahir
1)
Pernafasan (normal, mendengkur, cuping hidung
mengembang).
2)
Panjang badan.
3)
Berat badan.
4)
Suhu.
5)
Refleks (moro,
rooting).
6)
Warna kulit (kemerahan, biru, pucat, kuning).
7) Keadaan tali pusat (kering, mengeluarkan darah,
dempet atau tidak).
8)
Fontanela (normal, melekuk, menonjol).
9)
Kelainan (sumbing, anus tidak berlubang, dan lain-lain).
8.
Kunjungan dan Penatalaksanaan Masa Nifas
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan
untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah-masalah yang terjadi.
Tabel
Frekuensi Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan
|
Waktu
|
Tujuan |
I
|
6-8
jam setelah persalinan
|
a.
Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b.
Mendeteksi dan merawat penyebab rujuk jika perdarahan
berlanjut
c. Memberikan konseling pada ibu atau pada salah
satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri.
d.
Pemberian ASI awal
e.
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
|
II
|
6 hari
setelah persalinan
|
a.
Memastikan involusio uteri berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
ada bau.
b.
Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau
perdarahan abnormal.
c.
Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat.
d.
Memastikan ibu menyusui bayi dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
e.
Memberikan konseling pada ibu mengenai manfaat asuhan
pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga
bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
|
III
|
2
minggu setelah persalinan
|
a.
Memastikan involusio uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
ada bau.
b.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
c.
Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan
istirahat.
d.
Memastikan ibu menyusui bayi dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e.
Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada
bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
|
IV
|
6
minggu setelah persalinan
|
a.
Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu dan
bayi alami.
b.
Memberikan konseling untuk KB secara dini.
|
(Sumber: Saifuddin, 2001; 123)
9.
Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a.
Kebersihan diri
1)
Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
2)
Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air setiap kali selesai BAB dan BAK.
3)
Sarankan ibu untuk ganti pembalut setidaknya dua kali
sehari.
4)
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
5)
Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan
kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka
(Saifuddin,
2001; 127).
b.
Istirahat
Setelah
menghadapi ketegangan dan kelelahan saat melahirkan, usahakan untuk rileks dan
istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang tidur. Pasang dan dengarkan lagu-lagu
klasik pada saat ibu dan bayi
beristirahat untuk menghilangkan rasa tegang dan lelah (Huliana, 2003; 8).
c.
Latihan
1)
Beritahu ibu tentang pentingnya mengembalikan otot-otot
perut dan panggul kembali normal yang akan membuat ibu merasa lebih kuat dan
ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada
punggung
2)
Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap
hari sangat membantu seperti latihan kegel
(Saifuddin,
2001; 127).
d.
Gizi
Ibu menyusui
harus:
1)
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
2)
Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral dan vitamin yang cukup.
3)
Minum setidaknya 3 liter air setiap hari.
4)
Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi
setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
5)
Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
e.
Hubungan Seksual
Secara fisik aman aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri.
f.
Keluarga berencana
1)
Idealnya pasangan harus menunggu sekurangnya dua tahun
sebeluum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan
bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya.
2)
Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut
sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu.
a) Bagaimana metode ini dapat mencegah
kehamilan dan efektifitasnya.
b) Kelebihan dan kekurangannya.
c) Efek samping.
d) Kapan metode ini dapat mulai digunakan untuk
wanita paska persalinan yang menyusui (Saifuddin, 2001; 128).
10.
Tanda-Tanda Bahaya Nifas
Menurut Pusdiknakes (2003a; 52), tanda-tanda bahaya nifas yang harus
diwaspadai, antara
lain:
a.
Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba
bertambah banyak.
b.
Pengeluaran vagina yang berbau menusuk.
c.
Rasa sakit dibawah abdomen atau punggung.
d. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri ulu hati
atau masalah penglihatan.
e.
Pembengkakan di wajah atau di tangan.
f.
Demam, muntah dan rasa sakit waktu BAK.
g.
Payudara berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit.
h.
Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
i.
Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya
sendiri.
j.
Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.
11.
Komplikasi pada Ibu Nifas dengan Heacting Perineum
Menurut Varney (2007; 269), komplikasi pada ibu nifas
dengan robekan perineum, antara lain:
a.
Infeksi Puerperium
Adalah bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama persalinan
atau puerperium. Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan
pencegahan infeksi yang kurang baik.
Tanda dan gejala infeksi:
1)
Peningkatan suhu
2)
Takikardi
3)
Nyeri
b.
Perdarahan
Adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml pada saat kelahiran lewat
vagina.
Penyebab perdarahan masa nifas yang nomor dua terbanyak adalah karena
cidera jalan lahir. Selain perdarahan masa nifas akut, laserasi yang diabaikan
dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak tapi perlahan selama berjam-jam
(Hacker, 2001; 319).
B. TEORI MEDIS HEACTING PERINEUM
1.
Perbaikan Perineum
Penjahitan robekan pada perineum bertujuan untuk
menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah
yang tidak perlu (Depkes RI, 2004; L-7).
Penjahitan
perineum dapat dilakukan pada laserasi perineum derajat II. Sedangkan untuk
laserasi perineum derajat III dan IV segera lakukan rujukan karena
penanganannya memerlukan teknik dan prosedur khusus (DepkesRI, 2004; 5-19).
Perbaikan trauma perineum biasanya dilakukan oleh para
bidan yang merawat wanita dalam persalinan. Teknik jahitan sub kutikular
bersambung untuk penutupan kulit lebih nyaman dibandingkan jahitan yang
terputus. Teknik jahitan jelujur penyembuhannya cepat dan memiliki hasil
kosmetik yang menakjubkan. Daya rekat jaringan juga telah terbukti efektif
dalam menyediakan penutupan kulit dengan derajad kenyamanan pascanatal yang
lebih besar (Henderson, 2005; 316-317).
2.
Perawatan Perineum
a.
Membersihkan daerah kelamin dengan air dan sabun dari
depan ke belakang setiap kali selesai BAB dan BAK.
b.
Mengganti pembalut setidaknya 2x sehari.
c.
Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya.
d.
Menghindari menyentuh daerah luka.
(Saifuddin,
2001; 127).
e.
Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada
perineumnya.
f.
Menjaga perineum tetap bersih dan kering.
g.
Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan
lukanya. Ibu harus kembali lebih awal
jika mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah
lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
(Depkes RI, 2004;
L-11).
C. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN
1.
Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau
tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Pusdiknakes,
2003; 30).
2.
Manajemen kebidanan menurut Hellen Varney yang terdiri
dari 7 (tujuh) langkah,
yaitu:
a.
Langkah I : Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah untuk mengumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data
dapat dilakukan dengan cara yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang (Pusdiknakes; 2003; 31).
1)
Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang diperoleh melalui tanya jawab dengan
klien atau anamnese. Data subjektif yang diperoleh dari anamnese meliputi
identitas, alasan dirawat, data kebidanan, data kesehatan, data kebiasaan
sehari-hari, data psikologi, spiritual dan budaya.
a)
Identitas
(1) Nama
perlu ditanyakan untuk mengenal pasien dan membedakan dengan pasien lainnya.
(2) Umur
perlu ditanyakan untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan
yang dilakukan.
(3) Agama
perlu ditanyakan untuk mempermudah pendekatan dalam memberikan support mental.
Agama sangat berpengaruh di dalam kehidupan termasuk kesehatan.
(4) Pendidikan
perlu diketahui untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga
mempermudah dalam memberikan pendidikan kesehatan.
(5) Pekerjaan
perlu ditanyakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan serta dapat menunjukkan tingkat keadaan ekonomi keluarga.
(6) Penghasilan
perlu diketahui untuk menilai pendapatan keluarga pasien karena akan sangat
berpengaruh terhadap derajad kesehatan pasien.
(7) Suku/
bangsa perlu ditanyakan untuk mengetahui adat budaya dari pasien.
(8) Alamat perlu ditanyakan untuk mempermudah hubungan
bila keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan lingkungan tempat
tinggal pasien (Varney, 2007; 31-32).
b)
Alasan Dirawat
Alasan dirawat
merupakan alasan ibu dirawat di tempat pelayanan kesehatan. Dalam hal ini
alasan dirawat yaitu ibu nifas normal dengan heacting perineum.
c)
Data Kebidanan
(1)
Riwayat menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi
menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar, gangguan sewaktu
menstruasi (Varney; 2007; 33).
(2)
Riwayat perkawinan perlu ditanyakan untuk mengetahui
sudah berapa lama ibu menikah, dengan suami sekarang merupakan istri yang
keberapa, karena status perkawinan dapat mengetahui keadaan nifasnya (Varney,
2007; 32).
(3)
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu hal
yang perlu ditanyakan adalah berapa kali melahirkan, berapa umur dari setiap
kehamilannya, bagaimana cara persalinannya, dimana dan ditolong oleh siapa,
apakah ada penyulit dalam persalinan, adakah infeksi, jenis kelamin anak yang
dilahirkan dan bagaimana keadaannya sekarang.
(4)
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang yang
perlu ditanyakan adalah berapa kali ibu ANC, gerakan janin, keluhan dan nasehat
yang diterima dan terapi yang diterima tiap-tiap semester. Untuk persalinan
yang perlu ditanyakan bagaimana persalinanya, lama persalinan, banyaknya
perdarahan, keadaan bayi, apgar score, BAB dan BAK, tidurnya, menyusu,
anthropometri, keadaan mata, tali pusat, dan adanya kelainan. Kelainan keadaan plasenta,
heaating. Untuk nifas perlu ditanyakan hari keberapa perdarahan dan kontraksi
uterus berguna untuk mengetahui nifas hari keberapa sehingga memudahkan dalam
memberikan konseling.
(5) Riwayat kontrasepsi yang perlu ditanyakan jenis
kontrasepsi apa yang pernah dipakai ibu, alasan pemberhentian, lama dan keluhan. Untuk mengetahui seberapa jauh
pengetahuan ibu tentang kontrasepsi (Varney, 2007; 34).
d)
Data Kesehatan
Dari data
kesehatan dapat diperoleh data mengenai riwayat kesehatan pasien baik sekarang
maupun yang lalu serta riwayat kesehatan keluarga (Varney, 2007; 32).
(1)
Riwayat kesehatan yang lalu dapat mengetahui penyakit
yang pernah diderita pasien sebelumnya, misalnya DM dengan gejala luka sukar
sembuh, hipertensi dengan gejala sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, gelisah,
pandangan kabur. Jantung dengan gejala dada berdebar-debar, asma dengan gejala
sesak nafas, suara nafas wheezing, TBC dengan gejala batuk tidak sembuh-sembuh
selama 3 minggu, dan lain-lain.
(2)
Riwayat kesehatan sekarang ditanyakan untuk mengetahui
apakah ibu menderita suatu penyakit kronis selama nifas dan keluhan yang
dialami pasien saat ini.
(3)
Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk
mengetahui penyakit yang ada di keluarga pasien khususnya penyakit menular dan
keturunan yang mempengaruhi nifas.
e)
Data Kebiasaan Sehari-hari
(1) Nutrisi dikaji untuk mengetahui status gizi pasien
sebelum dan selama nifas apakah mengalami perubahan, frekuensi makan, jenis
makanan, kualitas dan kuantitas makanan, apakah punya makanan pantangan, berapa
banyak ibu minum dalam satu hari. Karena makanan dapat mempengaruhi kualitas
dan kuantitas ASI selama nifas serta berpengaruh dalam proses penyembuhan luka
pada saat ibu nifas dengan luka perineum, dengan gizi yang baik dapat
merangsang pertumbuhan sel-sel baru yang dapat mempercepat kesembuhan luka.
Gizi untuk ibu nifas dan menyusui
yaitu mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang
untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
(2) Istirahat
dan tidur perlu ditanyakan frekuensi tidur dalam sehari apakah ada keluhan,
siapa yang membantu ibu mengurus
bayinya karena kurang istirahat pada ibu nifas dapat mempengaruhi produksi ASI (Saifuddin, 2001; 127-128).
(3)
Personal hygiene
perlu ditanyakan untuk mengetahui kebersihan tubuh pada waktu nifas meliputi
kebutuhan mandi yang terdiri atas frekuensi mandi, gosok gigi, ganti baju,
keramas, dan cara membersihkan alat genetalianya (Saifuddin, 2001; 127).
(4) Eliminasi yang meliputi kebiasaan BAB, BAK, jenis,
frekuensi dan keluhan, misalnya
obstipasi (Varney, 2007; 32).
(5)
Aktivitas perlu dikaji untuk mengetahui kegiatan ibu
dalam kesehariannya. Ibu nifas yang terlalu capek dapat mempengaruhi kualitas
ASInya (Saifuddin, 2001; 127).
(6)
Pola seksual perlu dikaji untuk mengetahui berapa kali
ibu melakukan hubungan seksual dalam seminggu dan adakah keluhan (Varney, 2007;
33).
f)
Data Psikososial, Spiritual, dan Budaya
(1)
Riwayat psikososial
untuk mengetahui respon ibu, suami, dan keluarga pasien terhadap bayi
dan selama ibu nifas.
(2) Riwayat spiritual untuk mengetahui ketaatan ibu
dalam beribadat.
(3)
Riwayat budaya untuk
mengetahui perilaku dan budaya apa saja yang dilakukan seperti sepasaran
dan apakah ibu melakukan pijat sesudah melahirkan. Untuk mengetahui apakah
budaya tersebut berbahaya bagi kesehata ibu dan bayinya.
2)
Data Objektif
Data objektif adalah data yang diperoleh melalui pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus.
a)
Pemeriksaan Umum
Pada pemeriksaan
umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum
dan kesadaran, pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, suhu,
nadi dan respirasi (Varney, 2007; 459).
b)
Pemeriksaan Fisik
(1)
Kepala dan muka perlu dikaji untuk mengetahui keadaan
rambut berketombe dan mudah rontok apa tidak, muka untuk mengetahui apakah
terlihat pucat, oedem dan anemis, mata untuk mengetahui kesimetrisan, warna
sklera, warna konjungtiva, hidung untuk mengetahui cairan yang keluar, polip
dan perdarahan, mulut adakah suatu kelainan dan penyakit, telinga adakah
kelainan, simetris atau tidak.
(2)
Leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar tyroid dan
parotis (Morton, 2003; 455).
(3)
Dada untuk mengetahui retraksi dinding dada, bagaimana
keadaan mammae, kesimetrisannya, untuk mengetahui adanya benjolan, luka bekas
operasi, nyeri tekan dan ASI.
(4)
Abdomen untuk mengetahui ada luka bekas operasi apa
tidak. Pada palpasi dapat diketahui adanya involusi uterus (Varney, 2007; 969).
(5)
Alat genetalia luar untuk mengetahui kelainan penyakit,
berapa cm derajat laserasinya, laserasi termasuk derajat berapa, bentuk
laserasi teratur atau tidak dan pengeluaran pervaginam (Depkes RI, 2002; 5-14).
(6)
Anus untuk mengetahui suatu kelainan atau penyakit
seperti haemoroid.
(7)
Ekstremitas untuk mengetahui suatu kelainan seperti
oedema dan bagaimana reflek patellanya (Varney, 2007; 969).
c)
Data Penunjang
Data penunjang
adalah data atau fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan rontgen, USG dan lain-lain.
b.
Langkah II: Interpretasi Data
Interpretasi data adalah proses identifikasi sehingga dapat
merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik (Varney, 2007; 31). Pada langkah
ini data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi masalah atau
diagnosa spesifik yang sudah diidentifikasi.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang
ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan dan harus memenuhi standar
nomenklatur diagnosa kebidanan yaitu:
1)
Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
2)
Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.
3)
Memiliki ciri khas kebidanan.
4)
Didukung oleh clinical judgement dalam lingkup
praktek kebidanan.
5)
Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen.
(Pusdiknakes,
2003b; 32).
Dari pengkajian yang telah dilakukan baik subjektif maupun
objektif diperoleh data berupa ibu merasakan nyeri pada daerah kemaluannya dan
ditemukan hecting perineum.
Berdasarkan data diatas serta teori yang ada maka diagnosa
pada kasus ini adalah ibu nifas dengan hecting perineum.
c.
Langkah III: Diagnosa
Potensial
Diagnosa potensial adalah langkah untuk mengidentifikasikan diagnosa atau masalah potensial berdasarkan pada
rangkaian masalah dan diagnosa tertentu. Langkah ini membutuhkan antisipasi
pencegahan bila memungkinkan, menunggu, sambil mengamati dan bersiap-siap bila
hal tersebut benar-benar terjadi (Pusdiknakes, 2003; 32). Jika perawatan tidak
dilakukan dengan baik, maka akan timbul diagnosa potensial pada kasus ini
adalah perdarahan dan infeksi.
d.
Langkah IV: Antisipasi
Antisipasi adalah langkah yang menunjukkan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lainnya bisa saja tidak merupakan
kegawatan tetapi memerlukan konsultasi dokter atau kolaborasi dengan dokter. Bidan
harus mampu mengevaluasi kondisi pasien untuk menentukan kepada siapa
konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan pasien (Pusdiknakes,
2003; 33). Apabila terdapat diagnosa potensial maka dilakukan perawatan lanjut
yaitu sarankan maternal
untuk membersihkan area genital setiap hari. Periksa heacting perineum untuk
melihat tanda peradangan dan pembengkakan. Mulai berikan amoxilin 500 mg secara
oral setiap 8 jam jika ada resiko infeksi substansial (WHO, 2002; 107).
e.
Langkah V: Rencana Tindakan
Rencana tindakan merupakan langkah untuk merencanakan asuhan
yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya, langkah ini
merupakan langkah dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak
yaitu oleh bidan dan pasien agar dapat dilaksanakan dengan efektif
(Pusdiknakes, 2003b; 34). Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan bersama pasien menurut Saifuddin
(2002; N-25) antara lain:
1)
Observasi KU, vital sign, TFU, kontraksi uterus, PPV
ibu nifas.
2)
Personal hygiene
(bila membersihkan daerah genetalia, selesai BAB atau BAK dibilas dengan air
bersih dan sabun dari depan ke belakang).
3)
Perawatan vulva dan perineum (pengeluaran lochea,
penjahitan laserasi perineum, periksa tanda-tanda infeksi).
4)
Istirahat dan mobilisasi dini.
5)
Laktasi dan perawatan payudara.
6)
Senam nifas.
7)
Lakukan pemeriksaan laboratorium jika diperlukan.
8)
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f.
Langkah VI: Implementasi
Implementasi merupakan
pelaksanaan rencana asuhan menyeluruh
seperti yang diuraikan dalam langkah kelima. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh pasien atau tim kesehatan lainnya
(Pusdiknakes, 2003; 34).
g.
Langkah VII: Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan tindakan tersebut. Pada
langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dan asuhan yang sudah diberikan,
meliputi pemenuhan kebutuhan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
di dalam diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan. Rencana asuhan yang telah
dilakukan diharapkan keadaan umum ibu membaik, perdarahan dapat berhenti serta
pada hecting perineum tidak terjadi infeksi (Pusdiknakes, 2003; 35).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar