Selasa, 11 Oktober 2016

ASUHAN MASA NIFAS


 


A.     TEORI MEDIS NIFAS

1.       Pengertian Nifas
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Wiknjosastro, 2002; 237).
2.       Periode Masa Nifas
Menurut Mochtar (1998; 115), masa nifas dibagi dalam 3 periode:
a.        Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.       Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c.        Remote Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.


3.       Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Saifuddin (2001; 122), tujuan asuhan masa nifas antara lain:
a.       Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
b.       Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c.       Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d.      Memberikan pelayanan keluarga berencana
4.       Fisiologi Nifas
Fisiologi nifas adalah hal-hal yang terjadi dan bersifat karakteristik dalam masa nifas artinya memberi ciri khas adanya masa nifas yaitu perubahan yang dianggap normal dan harus terjadi untuk memenuhi sebagian dari fungsi masa nifas yaitu untuk mengembalikan keadaan seperti sebelum hamil.
Perubahan-perubahan yang normal dan harus terjadi pada masa nifas, antara lain:
a.       Perubahan fisik
1)      Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri ± 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke- 5 postpartum uterus kurang lebih setinggi 7 cm atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis (Wiknjosastro, 2005; 237).
2)      Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan menonjol ke kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 cm  (Mansjoer, et, al. 2001; 316).
3)      Rasa sakit yang disebut after pains (merian atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-3 hari postpartum. Perasaan sakit timbul karena masih terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta, atau gumpalan darah di dalam kavum uteri. Bila  ibu sangat mengeluh adanya after pains atau mules, dapat diberi analgetika atau sedativa supaya ia dapat beristirahat atau tidur (Wiknjosastro, 2005; 240).
4)      Ligamen, diafragma pelvis, serta faria yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur kembali seperti semula. Ligamentum rotundum dapat mengendor sehingga pada hari ke-2 pasca persalinan harus dilakukan latihan senam. Otot-otot dinding perut akan berinvolusi pada 6-7 minggu pasca persalinan. Dinding vagina yang teregang akan kembali seperti sebelumnya kira-kira setelah tiga minggu (Mansjoer, et.al, 2001; 316).
5)      Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan konsistensi lunak. Segera setelah melahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri, setelah 2 jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari, dan setelah satu minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari (Wiknjosastro, 2005; 238)
6)      Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari (Mochtar, 1998; 116).
b.       Perubahan Tanda Vital
1) Suhu setelah melahirkan dapat naik 0,50 Celcius dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 380 Celcius. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu nbadan akan kembali normal.
2)  Nadi umumnya antara 60-80 denyutan per menit. Segera setelah melahirkan dapat terjadi bradikardia (Wiknjosastro, 2005; 240).
3)      Pernafasan pada wanita melahirkan akan kembali setelah jam pertama pascapartum (Varney, 2007; 961).
c.       .Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas (Pusdiknakes, 2003; 8). Lochea dibagi menjadi beberapa macam menurut (Huliana,  2003; 5) yaitu sebagai berikut:
1)      Lochea rubra
a)       1 sampai 4 hari, berwarna kemerah-merahan.
b)      Terdiri dari darah, sisa penebalan dinding rahim (desidua), dan sisa penanaman plasenta.
2)      Lochea serosa
a)       Hari ke-5 sampai ke-9, berwarna kekuningan.
b)      Terdiri dari cairan darah, berupa serum dan leukosit.
3)      Lochea alba
a)       Setelah 2-3 minggu, berwarna putih.
b)      Terdiri dari lekosit, lendir leher rahim (serviks), dan jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan.
d.      Laktasi
Laktasi adalah proses pembentukan air susu ibu. Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar mammae untuk menghadapi masa laktasi. Menurut Wiknjosastro (2002; 239), perubahan-perubahan tersebut antara lain sebagai berikut:
1)      Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dari alveolus mammae dan lemak.
2)      Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan, berwarna kuning (kolostrum).
3)      Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun bagian dalam mammae. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas.
4)      Setelah partus, pengaruh mekanisme estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang, maka timbul pengaruh hormon laktogen (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mioepitelium kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
5.       Fase-fase dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan:
a.        Fase taking in
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Dalam fase ini fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
b.       Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat diri.
c.        Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat dirinya dan bayinya meningkat pada fase ini (Huliana, 2003; 18 ).
6.       Perawatan Masa Nifas
a.      Mobilisasi
Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas atau sembuhnya luka (jika ada luka). Jika tidak ada kelainan, mubilisasi dilakukan sedini mungkin yaitu dua jam setelah persalinan normal. Ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (Huliana, 2003; 3).
b.      Diet
Mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang, bergizi, dan mengandung cukup kalori (Huliana, 2003; 4).
c.      Defekasi
BAK harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Tidak jarang wanita tidak dapat kencing sendiri akibat pada partus, muskulus sfingter vesika et uretra mengalami tekanan oleh kepala janin, sehingga fungsinya terganggu. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
BAB harus dilakukan 3 hari pasca persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans peroral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma (Wiknjosastro, 2005; 243).
d.     Perawatan payudara
 Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum meahirkan, tetapi juga dilakukan setelah melahirkan. Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar saluran ASI.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1)      Perawatan payudara secara teratur.
2)      Pemeliharaan kebersihan sehari-hari.
3)      Konsumsi gizi ibu harus lebih baik dan lebih banyak untuk mencukupi produksi ASI.
4)      Ibu harus percaya diri akan kemampuan menyusui bayinya.
5)      Ibu harus merasa nyaman dan santai.
6)      Hindari rasa cemas dan stres karena akan menghambat refleks oksitosin.
Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari setelah melahirkan dan dilakukan dua kali sehari (Huliana, 2003; 15 ).
e.      Perawatan alat genetalia
Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air setiap kali BAB atau BAK, menyarankan ibu untuk mengganti pembalut dua kali sehari, mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah  membersihkan daerah kelaminnya, serta menyarankan ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka (Saifuddin, 2001; 127).
7.       Pengawasan Masa Nifas
Menurut Saifuddin (2001; 124-125), pengawasan masa nifas, antara lain:
a.       Anamnesis
1)     Riwayat ibu meliputi nama, umur, tanggal dan tempat lahir, penolong persalinan, jenis persalinan, masalah-masalah selama persalinan, nyeri menyusui atau keluhan-keluhan saat ini (kesedihan, PPV, payudara) rencana masa datang (kontrasepsi yang akan digunakan).
2)     Riwayat sosio ekonomi meliputi respon ibu dan keluarga terhadap bayi, kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah, para pembuat keputusan dirumah, kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat, kepercayaan dan adat istiadat.
3)     Riwayat bayi menyusui, keadaan tali pusat, vaksinasi, BAB dan BAK.
b.       Pemeriksaan kondisi ibu
1)      Pemeriksaan umum meliputi vital sign, tanda-tanda anemia, tanda-tanda oedem atau tromboflebitis, reflek, varises.
2)      Pemeriksaan payudara meliputi susu, nyeri tekan, abses, pembengkakan atau ASI terhenti, pengeluaran ASI.
3)      Pemeriksaan perut meliputi TFU, kontraksi uterus, ukuran kandung kemih.
4)      Pemeriksaan vulva atau perineum meliputi pengeluaran lochea, luka episiotomi, pembengkakan, luka dan haemoroid.
c.       Pemeriksaan pada bayi baru lahir
1)      Pernafasan (normal, mendengkur, cuping hidung mengembang).
2)      Panjang badan.
3)      Berat badan.
4)      Suhu.
5)      Refleks (moro, rooting).
6)      Warna kulit (kemerahan, biru, pucat, kuning).
7)      Keadaan tali pusat (kering, mengeluarkan darah, dempet atau tidak).
8)      Fontanela (normal, melekuk, menonjol).
9)      Kelainan (sumbing, anus tidak berlubang, dan lain-lain).
8.       Kunjungan dan Penatalaksanaan Masa Nifas
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Tabel
Frekuensi Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan
Waktu

Tujuan

I
6-8 jam setelah persalinan
a.    Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b.   Mendeteksi dan merawat penyebab rujuk jika perdarahan berlanjut
c.    Memberikan konseling pada ibu atau pada salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d.   Pemberian ASI awal
e.    Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
II
6 hari setelah persalinan
a.    Memastikan involusio uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b.    Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
c.    Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
d.   Memastikan ibu menyusui bayi dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e.    Memberikan konseling pada ibu mengenai manfaat asuhan pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
III
2 minggu setelah persalinan
a.    Memastikan involusio uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b.   Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
c.    Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
d.   Memastikan ibu menyusui bayi dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
e.    Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
IV
6 minggu setelah persalinan
a.    Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu dan bayi alami.
b.   Memberikan konseling untuk KB secara dini.
(Sumber: Saifuddin, 2001; 123)
9.       Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a.      Kebersihan diri
1)      Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
2)      Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air setiap kali selesai BAB dan BAK.
3)      Sarankan ibu untuk ganti pembalut setidaknya dua kali sehari.
4)      Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
5)      Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka
(Saifuddin, 2001; 127).
b.      Istirahat
Setelah menghadapi ketegangan dan kelelahan saat melahirkan, usahakan untuk rileks dan istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang tidur. Pasang dan dengarkan lagu-lagu klasik pada saat ibu   dan bayi beristirahat untuk menghilangkan rasa tegang dan lelah  (Huliana, 2003; 8).
c.      Latihan
1)      Beritahu ibu tentang pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal yang akan membuat ibu merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung
2)      Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu seperti latihan kegel
(Saifuddin, 2001; 127).
d.     Gizi
Ibu menyusui harus:
1)      Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
2)      Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
3)      Minum setidaknya 3 liter air setiap hari.
4)      Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
5)      Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
e.       Hubungan Seksual
Secara fisik aman aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
f.       Keluarga berencana
1)      Idealnya pasangan harus menunggu sekurangnya dua tahun sebeluum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya.
2)      Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu.
a) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektifitasnya.
b)  Kelebihan dan kekurangannya.
c)   Efek samping.
d)  Kapan metode ini dapat mulai digunakan untuk wanita paska persalinan yang menyusui (Saifuddin, 2001; 128).
10.   Tanda-Tanda Bahaya Nifas
Menurut Pusdiknakes (2003a; 52), tanda-tanda bahaya nifas yang harus diwaspadai, antara lain:
a.       Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak.
b.       Pengeluaran vagina yang berbau menusuk.
c.       Rasa sakit dibawah abdomen atau punggung.
d.      Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri ulu hati atau masalah penglihatan.
e.       Pembengkakan di wajah atau di tangan.
f.        Demam, muntah dan rasa sakit waktu BAK.
g.       Payudara berubah menjadi merah, panas dan terasa sakit.
h.       Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
i.         Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya sendiri.
j.         Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.
11.   Komplikasi pada Ibu Nifas dengan Heacting Perineum
Menurut  Varney (2007; 269), komplikasi pada ibu nifas dengan robekan perineum, antara lain:
a.       Infeksi Puerperium
Adalah bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama persalinan atau puerperium. Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
Tanda dan gejala infeksi:
1)      Peningkatan suhu
2)      Takikardi
3)      Nyeri
b.      Perdarahan
Adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml pada saat kelahiran lewat vagina.
Penyebab perdarahan masa nifas yang nomor dua terbanyak adalah karena cidera jalan lahir. Selain perdarahan masa nifas akut, laserasi yang diabaikan dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak tapi perlahan selama berjam-jam (Hacker, 2001; 319).

B.     TEORI MEDIS HEACTING PERINEUM

1.       Perbaikan Perineum
Penjahitan robekan pada perineum bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (Depkes RI, 2004; L-7).
 Penjahitan perineum dapat dilakukan pada laserasi perineum derajat II. Sedangkan untuk laserasi perineum derajat III dan IV segera lakukan rujukan karena penanganannya memerlukan teknik dan prosedur khusus (DepkesRI, 2004; 5-19).
Perbaikan trauma perineum biasanya dilakukan oleh para bidan yang merawat wanita dalam persalinan. Teknik jahitan sub kutikular bersambung untuk penutupan kulit lebih nyaman dibandingkan jahitan yang terputus. Teknik jahitan jelujur penyembuhannya cepat dan memiliki hasil kosmetik yang menakjubkan. Daya rekat jaringan juga telah terbukti efektif dalam menyediakan penutupan kulit dengan derajad kenyamanan pascanatal yang lebih besar (Henderson, 2005; 316-317).


























2.       Perawatan Perineum
a.       Membersihkan daerah kelamin dengan air dan sabun dari depan ke belakang setiap kali selesai BAB dan BAK.
b.      Mengganti pembalut setidaknya 2x sehari.
c.       Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
d.      Menghindari menyentuh daerah luka.
(Saifuddin, 2001; 127).
e.       Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.
f.       Menjaga perineum tetap bersih dan kering.
g.      Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya.  Ibu harus kembali lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
(Depkes RI, 2004; L-11).

C.     TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN

1.       Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Pusdiknakes, 2003; 30).
2.       Manajemen kebidanan menurut Hellen Varney yang terdiri dari 7 (tujuh) langkah, yaitu:
a.       Langkah I : Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang (Pusdiknakes; 2003; 31).
1)      Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang diperoleh melalui tanya jawab dengan klien atau anamnese. Data subjektif yang diperoleh dari anamnese meliputi identitas, alasan dirawat, data kebidanan, data kesehatan, data kebiasaan sehari-hari, data psikologi, spiritual dan budaya.
a)       Identitas
(1)    Nama perlu ditanyakan untuk mengenal pasien dan membedakan dengan pasien lainnya.
(2)    Umur perlu ditanyakan untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan.
(3)    Agama perlu ditanyakan untuk mempermudah pendekatan dalam memberikan support mental. Agama sangat berpengaruh di dalam kehidupan termasuk kesehatan.
(4)    Pendidikan perlu diketahui untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga mempermudah dalam memberikan pendidikan kesehatan.
(5)    Pekerjaan perlu ditanyakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan kesehatan serta dapat menunjukkan tingkat keadaan ekonomi keluarga.
(6)    Penghasilan perlu diketahui untuk menilai pendapatan keluarga pasien karena akan sangat berpengaruh terhadap derajad kesehatan pasien.
(7)    Suku/ bangsa perlu ditanyakan untuk mengetahui adat budaya dari pasien.
(8)    Alamat perlu ditanyakan untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan lingkungan tempat tinggal pasien (Varney, 2007; 31-32).
b)      Alasan Dirawat
Alasan dirawat merupakan alasan ibu dirawat di tempat pelayanan kesehatan. Dalam hal ini alasan dirawat yaitu ibu nifas normal dengan heacting perineum.
c)       Data Kebidanan
(1)    Riwayat menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar, gangguan sewaktu menstruasi (Varney; 2007; 33).
(2)    Riwayat perkawinan perlu ditanyakan untuk mengetahui sudah berapa lama ibu menikah, dengan suami sekarang merupakan istri yang keberapa, karena status perkawinan dapat mengetahui keadaan nifasnya (Varney, 2007; 32).
(3)    Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu hal yang perlu ditanyakan adalah berapa kali melahirkan, berapa umur dari setiap kehamilannya, bagaimana cara persalinannya, dimana dan ditolong oleh siapa, apakah ada penyulit dalam persalinan, adakah infeksi, jenis kelamin anak yang dilahirkan dan bagaimana keadaannya sekarang.
(4)    Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang yang perlu ditanyakan adalah berapa kali ibu ANC, gerakan janin, keluhan dan nasehat yang diterima dan terapi yang diterima tiap-tiap semester. Untuk persalinan yang perlu ditanyakan bagaimana persalinanya, lama persalinan, banyaknya perdarahan, keadaan bayi, apgar score, BAB dan BAK, tidurnya, menyusu, anthropometri, keadaan mata, tali pusat, dan adanya kelainan. Kelainan keadaan plasenta, heaating. Untuk nifas perlu ditanyakan hari keberapa perdarahan dan kontraksi uterus berguna untuk mengetahui nifas hari keberapa sehingga memudahkan dalam memberikan konseling.
(5)    Riwayat kontrasepsi yang perlu ditanyakan jenis kontrasepsi apa yang pernah dipakai ibu, alasan pemberhentian, lama  dan keluhan. Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang kontrasepsi (Varney, 2007; 34).
d)      Data Kesehatan
Dari data kesehatan dapat diperoleh data mengenai riwayat kesehatan pasien baik sekarang maupun yang lalu serta riwayat kesehatan keluarga (Varney, 2007; 32).
(1)    Riwayat kesehatan yang lalu dapat mengetahui penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya, misalnya DM dengan gejala luka sukar sembuh, hipertensi dengan gejala sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, gelisah, pandangan kabur. Jantung dengan gejala dada berdebar-debar, asma dengan gejala sesak nafas, suara nafas wheezing, TBC dengan gejala batuk tidak sembuh-sembuh selama 3 minggu, dan lain-lain.
(2)    Riwayat kesehatan sekarang ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu menderita suatu penyakit kronis selama nifas dan keluhan yang dialami pasien saat ini.
(3)    Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk mengetahui penyakit yang ada di keluarga pasien khususnya penyakit menular dan keturunan yang mempengaruhi nifas.

e)       Data Kebiasaan Sehari-hari
(1)    Nutrisi dikaji untuk mengetahui status gizi pasien sebelum dan selama nifas apakah mengalami perubahan, frekuensi makan, jenis makanan, kualitas dan kuantitas makanan, apakah punya makanan pantangan, berapa banyak ibu minum dalam satu hari. Karena makanan dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ASI selama nifas serta berpengaruh dalam proses penyembuhan luka pada saat ibu nifas dengan luka perineum, dengan gizi yang baik dapat merangsang pertumbuhan sel-sel baru yang dapat mempercepat kesembuhan luka. Gizi untuk ibu nifas dan menyusui yaitu mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
(2)    Istirahat dan tidur perlu ditanyakan frekuensi tidur dalam sehari apakah ada keluhan, siapa yang membantu ibu mengurus bayinya karena kurang istirahat pada ibu nifas dapat mempengaruhi produksi ASI (Saifuddin, 2001; 127-128).
(3)    Personal hygiene perlu ditanyakan untuk mengetahui kebersihan tubuh pada waktu nifas meliputi kebutuhan mandi yang terdiri atas frekuensi mandi, gosok gigi, ganti baju, keramas, dan cara membersihkan alat genetalianya (Saifuddin, 2001; 127).
(4)    Eliminasi yang meliputi kebiasaan BAB, BAK, jenis, frekuensi dan keluhan, misalnya obstipasi (Varney, 2007; 32).
(5)    Aktivitas perlu dikaji untuk mengetahui kegiatan ibu dalam kesehariannya. Ibu nifas yang terlalu capek dapat mempengaruhi kualitas ASInya (Saifuddin, 2001; 127).  
(6)    Pola seksual perlu dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan seksual dalam seminggu dan adakah keluhan (Varney, 2007; 33).
f)       Data Psikososial, Spiritual, dan Budaya
(1)    Riwayat psikososial untuk mengetahui respon ibu, suami, dan keluarga pasien terhadap bayi dan selama ibu nifas.
(2)    Riwayat spiritual untuk mengetahui ketaatan ibu dalam beribadat.
(3)    Riwayat budaya untuk mengetahui perilaku dan budaya apa saja yang dilakukan seperti sepasaran dan apakah ibu melakukan pijat sesudah melahirkan. Untuk mengetahui apakah budaya tersebut berbahaya bagi kesehata ibu dan bayinya.
2)      Data Objektif
Data objektif adalah data yang diperoleh melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.
a)       Pemeriksaan Umum
Pada pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum dan kesadaran, pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (Varney, 2007; 459).
b)      Pemeriksaan Fisik
(1)    Kepala dan muka perlu dikaji untuk mengetahui keadaan rambut berketombe dan mudah rontok apa tidak, muka untuk mengetahui apakah terlihat pucat, oedem dan anemis, mata untuk mengetahui kesimetrisan, warna sklera, warna konjungtiva, hidung untuk mengetahui cairan yang keluar, polip dan perdarahan, mulut adakah suatu kelainan dan penyakit, telinga adakah kelainan, simetris atau tidak.
(2)    Leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar tyroid dan parotis (Morton, 2003; 455).
(3)    Dada untuk mengetahui retraksi dinding dada, bagaimana keadaan mammae, kesimetrisannya, untuk mengetahui adanya benjolan, luka bekas operasi, nyeri tekan dan ASI.
(4)    Abdomen untuk mengetahui ada luka bekas operasi apa tidak. Pada palpasi dapat diketahui adanya involusi uterus (Varney, 2007; 969).
(5)    Alat genetalia luar untuk mengetahui kelainan penyakit, berapa cm derajat laserasinya, laserasi termasuk derajat berapa, bentuk laserasi teratur atau tidak dan pengeluaran pervaginam (Depkes RI, 2002; 5-14).
(6)    Anus untuk mengetahui suatu kelainan atau penyakit seperti haemoroid.
(7)    Ekstremitas untuk mengetahui suatu kelainan seperti oedema dan bagaimana reflek patellanya (Varney, 2007; 969).
c)       Data Penunjang
Data penunjang adalah data atau fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan rontgen, USG dan lain-lain.
b.       Langkah II: Interpretasi Data
Interpretasi data adalah proses identifikasi sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik (Varney, 2007; 31). Pada langkah ini data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah diidentifikasi.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan dan harus memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan yaitu:
                                      1)      Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
                                      2)      Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.
                                      3)      Memiliki ciri khas kebidanan.
                                      4)      Didukung oleh clinical judgement dalam lingkup praktek kebidanan.
                                      5)      Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen.
(Pusdiknakes, 2003b; 32).
Dari pengkajian yang telah dilakukan baik subjektif maupun objektif diperoleh data berupa ibu merasakan nyeri pada daerah kemaluannya dan ditemukan hecting perineum.
Berdasarkan data diatas serta teori yang ada maka diagnosa pada kasus ini adalah ibu nifas dengan hecting perineum.
c.       Langkah III: Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial adalah langkah untuk mengidentifikasikan diagnosa atau masalah potensial berdasarkan pada rangkaian masalah dan diagnosa tertentu. Langkah ini membutuhkan antisipasi pencegahan bila memungkinkan, menunggu, sambil mengamati dan bersiap-siap bila hal tersebut benar-benar terjadi (Pusdiknakes, 2003; 32). Jika perawatan tidak dilakukan dengan baik, maka akan timbul diagnosa potensial pada kasus ini adalah perdarahan dan infeksi.
d.      Langkah IV: Antisipasi
Antisipasi adalah langkah yang menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi dokter atau kolaborasi dengan dokter. Bidan harus mampu mengevaluasi kondisi pasien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan pasien (Pusdiknakes, 2003; 33). Apabila terdapat diagnosa potensial maka dilakukan perawatan lanjut


 yaitu sarankan maternal untuk membersihkan area genital setiap hari. Periksa heacting perineum untuk melihat tanda peradangan dan pembengkakan. Mulai berikan amoxilin 500 mg secara oral setiap 8 jam jika ada resiko infeksi substansial (WHO, 2002; 107). 
e.       Langkah V: Rencana Tindakan
Rencana tindakan merupakan langkah untuk merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya, langkah ini merupakan langkah dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak yaitu oleh bidan dan pasien agar dapat dilaksanakan dengan efektif (Pusdiknakes, 2003b; 34). Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan bersama pasien menurut Saifuddin (2002; N-25) antara lain:
1)      Observasi KU, vital sign, TFU, kontraksi uterus, PPV ibu nifas.
2)      Personal hygiene (bila membersihkan daerah genetalia, selesai BAB atau BAK dibilas dengan air bersih dan sabun dari depan ke belakang).
3)      Perawatan vulva dan perineum (pengeluaran lochea, penjahitan laserasi perineum, periksa tanda-tanda infeksi).
4)      Istirahat dan mobilisasi dini.
5)      Laktasi dan perawatan payudara.
6)      Senam nifas.
7)      Lakukan pemeriksaan laboratorium jika diperlukan.
8)      Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f.        Langkah VI: Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan dalam langkah kelima. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh pasien atau tim kesehatan lainnya (Pusdiknakes, 2003; 34).
g.       Langkah VII: Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan tersebut.  Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dan asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan. Rencana asuhan yang telah dilakukan diharapkan keadaan umum ibu membaik, perdarahan dapat berhenti serta pada hecting perineum tidak terjadi infeksi (Pusdiknakes, 2003; 35).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar